1. Sikap terhadap peluang
Orang beruntung
ternyata memang lebih terbuka terhadap peluang. Mereka lebih peka
terhadap adanya peluang, pandai menciptakan peluang, dan bertindak
ketika peluang datang. Bagaimana hal ini dimungkinkan? Ternyata
orang-orang yang beruntung memiliki sikap yang lebih rileks dan terbuka
terhadap pengalaman-pengalaman baru. Mereka lebih terbuka terhadap
interaksi dengan orang-orang yang baru dikenal, dan menciptakan
jaringan-jaringan sosial baru. Orang yang sial lebih tegang sehingga
tertutup terhadap kemungkinan-kemungkinan baru.
Sebagai contoh, ketika Barnett Helzberg seorang pemilik toko permata di New York hendak menjual toko permatanya, tanpa disengaja sewaktu berjalan di depan Plaza Hotel, dia mendengar seorang wanita memanggil pria di sebelahnya: “Mr. Buffet!” Hanya kejadian sekilas yang mungkin akan dilewatkan kebanyakan orang yang kurang beruntung. Tapi Helzber berpikir lain, ia berpikir jika pria di sebelahnya ternyata adalah Warren Buffet, salah seorang investor terbesar di Amerika, maka dia berpeluang menawarkan jaringan toko permatanya. Maka Helzberg segera menyapa pria di sebelahnya, dan betul ternyata dia adalah Warren Buffet. Perkenalan pun terjadi dan Helzberg yang sebelumnya sama sekali tidak mengenal Warren Buffet, berhasil menawarkan bisnisnya secara langsung kepada Buffet, face to face. Setahun kemudian, Buffet setuju membeli jaringan toko permata milik Helzberg. Betul-betul beruntung.
2. Menggunakan intuisi dalam membuat keputusan
Orang
yang beruntung ternyata lebih mengandalkan intuisi daripada logika.
Keputusan-keputusan penting yang dilakukan oleh orang beruntung ternyata
sebagian besar dilakukan atas dasar bisikan “hati nurani” (intuisi)
daripada hasil otak-atik angka yang canggih. Angka-angka akan sangat
membantu, tapi final decision umumnya dari “gut feeling”. Yang
barangkali sulit bagi orang yang sial adalah, bisikan hati nurani tadi
akan sulit kita dengar jika otak kita pusing dengan penalaran yang tak
berkesudahan. Makanya orang beruntung umumnya memiliki metoda untuk
mempertajam intuisi mereka, misalnya melalui meditasi yang teratur. Pada
kondisi mental yang tenang, dan pikiran yang jernih, intuisi akan lebih
mudah diakses. Dan makin sering digunakan, intuisi kita juga akan
semakin tajam.
Banyak teman saya yang bertanya, “mendengarkan
intuisi” itu bagaimana? Apakah tiba-tiba ada suara yang terdengar
menyuruh kita melakukan sesuatu? Wah, kalau pengalaman saya tidak
seperti itu. Malah kalau tiba-tiba mendengar suara yang tidak ketahuan
sumbernya, bisa-bisa saya jatuh pingsan. Karena ini subyektif, mungkin
saja ada orang yang beneran denger suara. Tapi kalau pengalaman saya,
sesungguhnya intuisi itu sering muncul dalam berbagai bentuk, misalnya:
-Isyarat dari badan. Anda pasti sering mengalami. “Gue kok
tiba-tiba deg-degan ya, mau dapet rejeki kali”, semacam itu. Badan kita
sesungguhnya sering memberi isyarat-isyarat tertentu yang harus Anda
maknakan. Misalnya Anda kok tiba-tiba meriang kalau mau dapet deal gede,
ya diwaspadai saja kalau tiba-tiba meriang lagi.
-Isyarat dari
perasaan. Tiba-tiba saja Anda merasakan sesuatu yang lain ketika sedang
melihat atau melakukan sesuatu. Ini yang pernah saya alami. Contohnya,
waktu saya masih kuliah, saya suka merasa tiba-tiba excited setiap kali
melintasi kantor perusahaan tertentu. Beberapa tahun kemudian, saya
ternyata bekerja di kantor tersebut.
3. Selalu berharap kebaikan akan datang
Orang
yang beruntung ternyata selalu ge-er terhadap kehidupan. Selalu
berprasangka baik bahwa kebaikan akan datang kepadanya. Dengan sikap
mental yang demikian, mereka lebih tahan terhadap ujian yang menimpa
mereka, dan akan lebih positif dalam berinteraksi dengan orang lain.
Coba saja Anda lakukan tes sendiri secara sederhana, tanya orang sukses
yang Anda kenal, bagaimana prospek bisnis ke depan. Pasti mereka akan
menceritakan optimisme dan harapan.
4. Mengubah hal yang buruk menjadi baik
Orang-orang
beruntung sangat pandai menghadapi situasi buruk dan merubahnya menjadi
kebaikan. Bagi mereka, setiap situasi selalu ada sisi baiknya. Dalam
salah satu tesnya Prof Wiseman meminta peserta untuk membayangkan sedang
pergi ke bank, dan tiba-tiba bank tersebut diserbu kawanan perampok
bersenjata. Dan peserta diminta mengutarakan reaksi mereka. Reaksi orang
dari kelompok sial umunya adalah: “Wah sial bener ada di tengah-tengah
perampokan begitu”. Sementara reaksi orang beruntung, misalnya adalah:
“Untung saya ada di sana, saya bisa menuliskan pengalaman saya untuk
media dan dapet duit”. Apapun situasinya, orang yang beruntung pokoknya
untung terus. Mereka dengan cepat mampu beradaptasi dengan situasi buruk
dan merubahnya menjadi keberuntungan.
5. Sekolah Keberuntungan
Bagi
mereka yang kurang beruntung, Prof Wiseman bahkan membuka Luck School.
Latihan yang diberikan Wiseman untuk orang-orang semacam itu adalah
dengan membuat “Luck Diary”, buku harian keberuntungan. Setiap hari,
peserta harus mencatat hal-hal positif atau keberuntungan yang terjadi.
Mereka dilarang keras menuliskan kesialan mereka. Awalnya mungkin sulit,
tapi begitu mereka bisa menuliskan satu keberuntungan, besok-besoknya
akan semakin mudah dan semakin banyak keberuntungan yang mereka
tuliskan. Dan ketika mereka melihat beberapa hari ke belakang Lucky
Diary mereka, mereka semakin sadar betapa beruntungnya mereka. Dan
sesuai prinsip “law of attraction”, semakin mereka memikirkan betapa
mereka beruntung, maka semakin banyak lagi lucky events yang datang pada
hidup mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar